Minggu, 22 November 2009

Semakin Banyak Pengemis Di Bandung



Setiap pagi saya berangkat kuliah melewati jalan pasteur, begitu banyak pengemis yang berada di sekitar perempatan di dekat pemberentian lampu merah di daerah pasteur tersebut. Setiap kali mobil ataupun motor yang sedang berhenti para pengemis itu meminta-minta uang dengan berbagai macam alasan agar para pengendara mobil atau motor memberi uang. saya pernah sesekali memberikan uang kepada penegemis itu karna saya kasihan melihat pengemis itu sambil membawa anak yang sangat masih kecil yang sedang di gendongnya, Tetapi setiap kali saya melewati daerah tersebut orang yang sama dengan modus yang sama tetap dan selalu meminta uang bahkan mereka para pengemis selalu berpindah-pindah seperti gambar di atas tersebut yng berada di daerah braga. Bukan hanya di daerah pasteur saja tetapi masih banyak tempat atau jalan yang selalu di pakai oleh para pengemis untuk minta-minta. Banyak pendatang dari luar bandung yang Pekerjaan sebagai pengemis, tentu saja ingin dapat penghasilan yang lebih. Dengan penghasilan yang begitu lumayan sampai 1 hari para pengemis itu bisa mendapatkan uang kurang lebih sebesar 70.000 bukan tidak mungkin akan bertambah pesat para pengemis yang akan muncul.


seharusnya pemerintah lebih menerepkan PP No. 31 Tahun 1980, LN. 1980-51 tentang PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS

1.Pasal 5 ayat (2), Pasal 27, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945;
2.Ketetapan Madjelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978; tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;
3.Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039).

Pas. 1. Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum

2. Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain

3.Menteri adalah Menteri Sosial

4.Usaha preventif adalah usaha secara terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan, dan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya dengan pergelandangan dan pengemisan, sehingga akan tercegah terjadinya:
a.pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau keluarga-keluarga terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit penghidupannya;
b.meluasnya pengaruh dan akibat adanya pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban dan kesejahteraan pada umumnya;
c.pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para gelandangan dan pengemis yang telah direhabilitir dan telah ditransmigrasikan ke daerah pemukiman baru ataupun telah dikembalikan ke tengah masyarakat.

5.Usaha represif adalah usaha-usaha yang terorganisir, baik melalui lembaga maupun bukan dengan maksud menghilangkan pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya di dalam masyarakat.

6.Usaha rehabilitatif adalah usaha-usaha yang terorganisir meliputi usaha-usaha penyantunan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan demikian para gelandangan dan pengemis, kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan martabat manusia sebagai Warganegara Republik Indonesia.

BAB II. TUJUAN, WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB

Pasal 2.
Penanggulangan gelandangan dan pengemisan yang meliputi usaha-usaha preventif, represif, rehabilitatif bertujuan agar tidak terjadi pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya pengaruh akibat pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat, dan memasyarakatkan kembali gelandangan dan pengemis menjadi anggota masyarakat yang menghayati harga diri, serta memungkinkan pengembangan para gelandangan dan pengemis untuk memiliki kembali kemampuan guna mencapai taraf hidup, kehidupan, dan penghidupan yang layak sesuai dengan harkat martabat manusia.

Pasal 3.
(1)Kebijaksanaan di bidang penanggulangan gelandangan dan pengemis ditetapkan oleh Menteri berdasarkan kebijaksanaan yang digariskan oleh Pemerintah.

(2)Dalam menetapkan kebijaksanaan, Menteri dibantu oleh sebuah badan koordinasi, yang susunan, tugas dan wewenangnya diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal 4.
(1)Pemerintah Daerah dapat melaksanakan kebijaksanaan khusus berdasarkan kondisi daerah sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

(2)Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan petunjuk teknis dari Menteri Sosial dan petunjuk-petunjuk Menteri Dalam Negeri.

BAB III. USAHA PREVENTIF

Pasal 5.
Usaha preventif dimaksudkan untuk mencegah timbulnya gelandangan dan pengemis di dalam masyarakat, yang ditujukan baik kepada perorangan maupun kelompok masyarakat yang diperkirakan menjadi sumber timbulnya gelandangan dan pengemis.

Pasal 6.
Usaha sebagaimana dimaksud Pasal 5, dilakukan antara lain dengan:
a.Penyuluhan dan bimbingan sosial;
b.Pembinaan sosial;
c.Bantuan sosial;
d.Perluasan kesempatan kerja;
e.Pemukiman lokal;
f.Peningkatan derajat kesehatan.

Pasal 7.
Pelaksanaan usaha-usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur lebih lanjut oleh Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

BAB IV. USAHA REPRESIF

Pasal 8.
Usaha represif dimaksudkan untuk mengurangi dan/atau meniadakan gelandangan dan pengemis yang ditujukan baik kepada seseorang maupun kelompok orang yang disangka melakukan pergelandangan dan pengemisan.

Pasal 9.
Usaha represif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi:
a.razia;
b.penampungan sementara untuk diseleksi;
c.pelimpahan.

Pasal 10.
(1)Razia dapat dilakukan sewaktu-waktu baik oleh pejabat yang berwenang untuk itu maupun oleh pejabat yang atas perintah Menteri diberi wewenang untuk itu secara terbatas.

(2)Razia yang dilakukan oleh pejabat yang diberi wewenang kepolisian terbatas dilaksanakan bersama-sama dengan Kepolisian.

Pasal 11.
Gelandangan dan pengemis yang terkena razia ditampung dalam penampungan sementara untuk diseleksi.

Pasal 12.
Seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dimaksudkan untuk menetapkan kwalifikasi para gelandangan dan pengemis dan sebagai dasar untuk menetapkan tindakan selanjutnya yang terdiri dari:
a.dilepaskan dengan syarat;
b.dimasukkan dalam Panti Sosial;
c.dikembalikan kepada orang tua/wali/keluarga/kampung halamannya;
d.diserahkan ke Pengadilan;
e.diberikan pelayanan kesehatan.

Pasal 13.
Dalam hal seseorang gelandangan dan/atau pengemis dikembalikan kepada orang tua/wali/keluarga/kampung halamannya baik karena hasil seleksi maupun karena putusan pengadilan dapat diberikan bantuan sosial yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh Menteri.

BAB V. USAHA REHABILITATIF

Pasal 14.
Usaha rehabilitatif terhadap gelandangan dan pengemis meliputi usahausaha penampungan, seleksi, penyantunan, penyaluran dan tindak lanjut, bertujuan agar fungsi sosial mereka dapat berperan kembali sebagai warga masyarakat,

Pasal 15.
(1)Usaha rehabilitatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilaksanakan melalui Panti Sosial.
(2)Tatacara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 16.
Usaha penampungan ditujukan untuk meneliti/menseleksi gelandangan dan pengemis yang dimasukkan dalam Panti Sosial.

Pasal 17.
Seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 bertujuan untuk menen-tukan kualifikasi pelayanan sosial yang akan diberikan.

Pasal 18.
Usaha penyantunan ditujukan untuk mengubah sikap mental gelandang-an dan pengemis dari keadaan yang nonproduktif menjadi keadaan yang produktif.

Pasal 19.
Dalam melaksanakan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 para gelandangan dan pengemis diberikan bimbingan, pendidikan dan latihan baik fisik, mental maupun sosial serta ketrampilan kerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Pasal 20.
Tatacara pelaksanaan penyantunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 diatur lebih lanjut oleh menteri.

Pasal 21.
(1)Usaha penyaluran ditujukan kepada gelandangan dan pengemis telah mendapatkan bimbingan, pendidikan, latihan dan ketrampilan kerja dalam rangka pendayagunaan mereka terutama ke sektor produksi dan jasa, melalui jalur-jalur transmigrasi, swakarya, dan pemukiman lokal.
(2)Tatacara pelaksanaan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

Pasal 22.
Usaha tindak lanjut ditujukan kepada gelandangan dan pengemis yang telah disalurkan, agar mereka tidak kembali menjadi gelandangan-dan pengemis.

Pasal 23.
Usaha tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 antara lain dilakukan dengan;
a.meningkatkan kesadaran berswadaya;
b.memelihara, memantapkan dan mertingkatkan kemampuan sosial ekonomi;
c.menumbuhkan kesadaran hidup bermasyarakat.

Pasal 24.
Pelaksanaan usaha tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VI. PARTISIPASI MASYARAKAT

Pasal 25.
Organisasi Sosial masyarakat dapat menyelenggarakan usaha rehabilitasi gelandangan dan pengemis dengan mendirikan Panti Sosial.

Pasal 26.
Organisasi Sosial yang menyelenggarakan usaha rehabilitasi sebagai mana dimaksud dalam Pasal 25, wajib mendaftarkan dan memberikan laporan berkala kepada Menteri melalui Instansi dalam lingkungan Departemen Sosial setempat.

Pasal 27.
Menteri dapat memberikan bantuan/subsidi kepada Organisasi Sosial Masyarakat yang menyelenggarakan usaha rehabilitasi gelandangan dan pengemis.

Pasal 28.
Menteri atau pejabat yang diberi wewenang oleh Menteri memberikan bimbingan dan pengarahan terhadap organisasi sosial masyarakat yang menyelenggarakan usaha rehabilitasi gelandangan dan pengemis.

Pasal 29.
Pelaksanaan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam bab ini diatur oleh Menteri.

BAB VII. KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP

Pasal 30.
Segala peraturan perundang-undangan tentang gelandangan dan pengemis yang sudah ada tetap berlaku, selama tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 31.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 September 1980

Dengan di terapkannya pasal di atas memungkinkan akan menguranginya para pengemis yang ada.

0 komentar:


Free Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Porsche Cars. Powered by Blogger